CARA KELIRU MEMBERISKAN KACAMATA MIKA
10 Januari 2015   00:34
                                            Diperbarui: 17 Juni 2015 
 
Saat berkunjung ke dokter spesialis mata dua 
tahun lalu sempat nyungir saya saat mendengar pak dokter bergumam di 
depan saya, ‘Ini belum 40 kenapa sudah begini matanya?’ Lah, dokter aja bingung apalagi saya. Dokter
 bilang mata saya terkena presbiopi. Presbiopi sendiri maknanya adalah 
gangguan mata akibat kesulitan melihat objek di jarak dekat. Gelagat 
orang yang terkena presbiopi ini seperti ibu saya yang kalo nggak pake 
kacamata suka mencring-mencring matanya saat membaca. Kalopun memaksa 
membaca tanpa kacamata memang masih bisa, tapi hanya bertahan hitungan 
menit saja. Itupun posisi koran harus dijauhkan dulu melebihi jarak 
wajar orang membaca. Seperti itulah saya. Uda kayak nenek-nenek 
pokoknya. Menurut dokter harusnya gangguan seperti ini biasanya 
menyerang secara alami mereka yang sudah berusia di atas empat puluhan. 
Trus, saya? Pengecualian, katanya. Ya sudahlah.

 
Saat
 itu kacamata yang saya pilih yang ringan saja jenisnya. Lensanya jenis 
progressive menggunakan bahan yang saya sebut saja mika. Pertimbangannya
 karena jika memilih lensa kaca akan lebih berat dan nggak nyaman 
dipakainya. Framenya pun bukan yang model penuh tapi yang model bingkai 
setengah. Menggunakan kacamata model begini memang bikin wajah yang 
mungil kayak saya jadi gak keliatan sumpek. Tidak ada masalah. Masalah 
mulai muncul kira-kira setahun setelah memakainya.

 
 Tanpa
 saya sadari, entah mengapa kacamata yang harusnya membantu saya saat 
berinteraksi membaca agar lebih jelas huruf-hurufnya malah jadi 
sebaliknya. Lama-kelamaan justru bikin pusing setiap dipakai. Berat 
rasanya di bagian mata. Curiga, saya kembali memeriksakan diri ke 
dokter. Dokter bilang plusnya sudah nambah setengah strip lagi. Harusnya
 bukan masalah. Kacamata selayaknya diganti jika terjadi penambahan plus
 di atas satu setrip. Untuk saat ini kacamata saya harusnya masih bisa 
dipakai sebagai terapi. Waktu itu dokter hanya memberi obat tetes mata 
yang salah satu kandungannya adalah antihistamin. Sebulan meneteskan 
obat tetap saja saya merasa pusing jika memakai kacamata. Belakangan 
baru saya ketahui bahwa pusing-pusing itu akibat kesalahan saya juga.
Akibat
 salah membersihkan kacamata membuat ketajaman lensa menurun 
kualitasnya. Saat ketajaman lensa menurun, kinerja mata akan terasa 
lebih berat. Kesalahan saya memang terjadi akibat keliru saat 
membersihkan lensa. Kacamata yang tadinya mulus, belakangan jadi 
baret-baret di hampir seluruh permukaannya. Pantas saja jika mata saya 
jadi mudah lelah dan akibatnya jika kacamata terus dipakai malah terasa 
pusing jadinya.
Berdasar pengalaman itu, berikut beberapa hal yang perlu diketahui saat membersihkan lensa kacamata berbahan dasar mika.
Gunakan kain khusus pembersih lensa, bukan baju atau tissue
Saat
 membeli kacamata setiap toko optik pasti memberikan lap untuk 
membersihkan lensa. Gunakan yang itu, jangan pakai selembar tissue. 
Ingat, salah satu bahan pembuat tissue adalah bubur kertas yang notabene
 diambil dari serat kayu. Bayangkan jika lensa kacamata mika digosok 
oleh bahan seperti itu, kayu lawan mika? Gimana coba kira-kira hasilnya?
 Lama kelamaan bisa baret juga. Makanya pake yang aman. Kain lembut 
khusus membersihkan lensa kacamata, bukan ujung baju ato yang lainnya.
Usap lensa ke satu arah saja
Jelas.
 Jangan memakai gerakan berputar-putar jarinya. Searah. Kalo dari awal 
sudah memilih dari arah kiri ke kanan ya lakukan seperti itu terus saat 
membersihkan. Konsisten. Membersihkan lensa kacamata dengan gerakan 
memutar salah-salah malah bikin baret bertambah. Sebab kita tidak pernah
 tau sebesar apa dan sejenis apa debu kotoran yang menempel di kacamata.
 Sekecil apapun partikel debu, jika salah urus bisa bikin baret juga 
mikanya. Jadi hati-hati.
Gunakan cairan pembersih
Di
 toko optik langganan saya dijual cairan pembersih lensa kacamata yang 
sangat terjangkau harganya. Orang bilang pakai cairan yang mahal 
harganya itu jaminan mutu ya. Kalo saya lebih melihat fungsinya saja. 
Kalo sama-sama bisa digunakan untuk membersihkan kacamata, kenapa tidak?
 Ini masih mending ketimbang jaman ibu saya dulu yang kalo membersihkan 
kacamata tinggal diuapin pakai hawa dari dalam mulutnya, ‘hah haaaahhhh’
 gitu sampai berembun kacanya, lantas dilap menggunakan baju yang 
dipakai saat itu juga. Simple sih. Nggak bau katanya. Membersihkan lensa
 dengan cara begitu juga tidak salah. Hanya saja tak semua debu bisa 
rontok hanya dengan menghembuskan uap dari dalam mulut kita. Dibutuhkan 
cairan pembersih lensa yang lebih praktis dan aman tanpa perlu repot 
menguap 'hah haaaahhhh.’ Cape kan lama-lama.
Menggunakan frame setengah bingkai lebih mudah dibersihkan
Setelah
 bosan memakai kacamata model bingkai setengah, saat ini saya 
menggunakan jenis kacamata full frame. Tapi ternyata, menurut pengalaman
 saya, model kacamata seperti ini tidak mudah dibersihkan karena 
ujung-ujung lensa terhalang bingkai. Menggunakan bingkai setengah frame 
bagian atas lebih memudahkan saat membersihkan kacamata. Saat disapu 
sekali ke satu arah otomatis kotoran tidak akan kembali ke permukaan 
lensa. Sebaliknya jika kacamata seperti yang saya pakai sekarang, jika 
dibersihkan, muter-muter aja di situ kotorannya. Tidak mudah diangkat. 
Jika sudah begini yang bisa dilakukan adalah membawa kacamata ke toko 
optik dan meminta jasa layanan pembersihan kacamata.
Jika baret sudah terlalu banyak, ganti
Jangan
 sampai terjadi seperti saya tadi. Baretnya lensa membuat mata jadi 
terasa lebih berat danmudah lelah. Toko optik secanggih apapun tidak 
bisa menangani permukaan lensa yang sudah banyak baretannya. Jika sudah 
begini, ganti! Lebih baik merogoh kocek sedikit ketimbang terserang 
puyeng terus setiap hari.
Semoga selalu sehat.
Salam Kompasiana.
https://www.kompasiana.com/leilla/54f379e97455139e2b6c76e2/jangan-keliru-membersihkan-lensa-kacamata-mika